Scroll untuk baca berita
Daerah

Rencara Revisi Perda Miras Yogyakarta, Fokki Ardiyanto : Revisi Moralitas Pembuat dan Pelaksana Kebijakan, Bukan Sekedar Perdanya

149
×

Rencara Revisi Perda Miras Yogyakarta, Fokki Ardiyanto : Revisi Moralitas Pembuat dan Pelaksana Kebijakan, Bukan Sekedar Perdanya

Sebarkan artikel ini
Antonius Fokki Ardiyanto, SIP (Foto Dok-Net)

Yogyakarta – Kabarnusa | Persoalan peredaran minuman keras (miras) selalu menjadi fenomena sosial dengan para pengampu kebijakan. Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar sekaligus kota wisata memiliki populasi berbeda dibanding kota besar lainnya.

Peraturan Daerah (Perda) Miras yang berlaku di Yogyakarta adalah dalam rangka membatasi penjualan dan distribusi, bukan melarang atau meniadakannya.  Rencana revisi Perda miras di DPRD kota Yogyakarta yang diajukan Pemkot Yogyakarta akan segera dibahas.

DPRD Kota Yogyakarta selaku wakil rakyat melalui Badan Pembentuk Peraturan Daerah yang diketuai dari Fraksi PAN menyetujui usulan dari eksekutif untuk merubah Perda miras yang lama. Revisi Perda lama tersebut menarik perhatian dari Antonius Fokki Ardiyanto SIP Anggota Fraksi PDI Perjuangan.  Pasalnya Perda yang baru bukan untuk membatasi, tetapi justru memperluas distribusi miras dengan tujuan menambah PAD dari pajak miras.

“ Perda miras ini persoalan yang kompleks. Jika peredaran dan ijin diperluas untuk meningkatkan PAD seharusnya diimbangi pengawasan yang ketat. Fakta yang ada selama ini Perda tidak menindak penjualan miras tanpa ijin yang menjamur di berbagai tempat, bahkan memiliki omset lebih besar daripada yang berijin” ungkap Fokki yang juga bakal Cawalkot Kota Yogyakarta dari PDI Perjuangan.

Menurut Fokky faktor moralitas pembuat kebijakan dan pelaksana Perda menjadi penentu keberadaan miras di Yogyakarta.

“Penjual miras liar di seputar Balaikota dan Gedung DPRD yang laris manis bak antri sembako saja bisa terjadi. Penyebabnya karena moralitas menyikapi miras dari pembuat kebijakan yang sudah berorientasi bisnis daripada kemaslahatan warga. Dan itu diikuti para penjual miras berikut konsumennya yang merasa bebas tidak dibatasi. Masalah moralitas ini yang harus direvisi daripada sekedar Perda” jelas Fokki.

Peredaran miras menjadi fenomena sosial yang selalu melahirkan pro konta. Ketegasan pemerintah daerah yang tidak terkooptasi oleh kepentingan bisnis menjadi tolak ukur keberhasilan kota mengendalikan perdaran miras yang sudah berlangsung turun temurun***(Red)

Jasa Pembuatan dan Maintenance Website Murah

Tinggalkan Balasan