Kabarnusa.id – Wonosobo | Hari ini, Minggu 24 November sampai 26 November ditentukan sebagai masa tenang. Dimana semua pihak termasuk media dilarang untuk berkampanye. Larangan lain adalah melakukan politik uang.
“Meski disebut masa tenang, bagi paslon Pilkada bisa bisa yang terjadi adalah masa penuh kecemasan. Terbayang dirinya akankah menang atau kalah. Tentu bukan prediksi menang yang membuat cemas, menang justru yang menenangkan. Namun gambaran hasil kalah itu yang bikin hati gundah gulita. Mengingat sisa waktu yang semakin terbatas boleh jadi Paslon akan menggunakan jalan pintas politik uang”, telaah Irham Haros dari Litbang Demokrasi kepada awak media.
“Politik uang dengan segala varian praktiknya bertumpu pada aktivitas “membeli suara pemilih” dengan wujud pemberian dari Paslon berupa uang dan atau barang baik secara langsung maupun tidak, bisa juga berupa janji kepada pemilih dengan transaksi imbal balik pemilih akan memilih sang Paslon tersebut pada hari H pelaksanaan Pilkada”, ujarnya.
“Meskipun politik uang melanggar hukum dan difatwakan haram namun dalam Pilkada bukanlah hal tabu bahkan telah menjadi hal umum dan membudaya. Politik uang sesungguhnya tidak terbatas pada aktivitas membeli suara saja tapi pada keseluruhan proses yang berjalan pada Pilkada. Misalnya pada proses rekom Paslon Pilkada, disitu ada potensi terjadi politik uang “, lanjut Irham Haros.
Apakah politik uang yang ditengarai membuat buruk demokrasi dan jalannya pemerintahan dapat dihilangkan atau minimal diminimalisir?. Prof. Saldi Isra Sang Hakim MK pernah menawarkan solusi melalui penguatan komitmen Parpol dalam melawan politik uang, penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu, dan pendidikan politik rakyat.
“Atau ikuti saran saya, politik uang dilegalkan saja, difatwakan halal gitu..daripada dilarang dan disebut haram tapi nyatanya para intelek, pemuka agama, politikus, mayoritas rakyat mengamalkan. Kan malah jadi dosa bersama. Terakhir mau tanya nih, jika ada pihak Paslon mendatangi Anda untuk menawarkan praktik politik uang diterima nggak?”, pungkas Irham Haros***