Kabarnusa.id – Jakarta | Format dan komposisi menteri kabinet Merah Putih sudah terbentuk. Postur kementerian serta lembaga setingkat kementerian bertambah dibanding era presiden Jokowi. Muncul spekulasi itu hanyalah siasat Prabowo untuk bagi-bagi kekuasaan. Mereka yang sebelumnya turut mendukung dan memperjuangkan Prabowo menjadi presiden haruslah mendapat penghargaan berupa jabatan.
Tidak heran jika melihat banyaknya partai yang tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo-Gibran. Belum lagi influencer yang non-partai. Beragam latar belakang serta kemampuannya. Bahkan yang dianggap tidak memiliki kelayakan pun ada. Yang utama penting, mereka terbagi ke dalam dua atau mungkin tiga golongan, yakni: yang memiliki kedekatan emosional dengan Prabowo.
Lalu ada pula orang yang sudah lama mendukung Prabowo serta menjadi loyalis. Dan ada golongan profesional. Mereka semua direkrut masuk ke dalam istana. Tidak mudah bagi seorang presiden yang diibaratkan akan memimpin sebuah orkestra. Ada yang dekat meski belum teruji keloyalannya, ada yang loyal meski tidak terlalu dekat secara emosional serta ada yang biasa saja.
Penggemukan postur ini mendapat beragam komentar dari publik. Ada yang mendukung namun juga ada yang mengkritisinya. Salah satu kritik dari salah seorang pengamat, Agung Wibawanto, mengatakan kekhawatiran soal efektivitas kerja kabinet yang gemuk, “Bagaimana pun, sesuatu yang over weight atau bermuatan penuh akan lambat jalannya. Ini justru menjadi penghambat (kerja pemerintah),” tutur Agung.
Agung menambahkan belum lagi dilihat dari sisi anggaran yang pastinya semakin membengkak untuk gaji pejabat setingkat menteri, “Ini kan menjadi ironi. Di satu sisi Prabowo pidato berapi-api agar sesuatu yang sifatnya seremonial di kementerian dibatasi guna mengurangi beban anggaran. Namun di sisi lain kabinet yang gemuk akan membutuhkan anggaran besar untuk menggaji menterinya,” tambah Agung.
Namun begitu, Agung lebih menyoroti orang-orang yang kini berada di istana menjadi pembantu presiden Prabowo, “Begini ya, saya menilai kebinet sekarang memiliki kapasitas yang tidak merata, bahkan mungkin sangat jomplang. Ibarat merekrut anak-anak yang berbeda kelasnya, mulai dari yang perguruan tinggi hingga ada juga yang masih selevel TK. Jangan dikira mudah,” ucap Agung.
“Yang tidak mudah bekerja itu yang kelas perguruan tinggi, yang memiliki kemampuan sekaligus idealis dalam bekerja. Celakanya kelompok ini hanya berjumlah kecil. Dua diantaranya ada nama Budiman Sudjatmiko dan Maruara Sirait. Sedang yang kebanyakan adalah mereka yang oportunis saja, bahkan banyak tidak tidak tahu apa yang harus dikerjakan,” terang Agung lagi.
Budiman Sudjatmiko dan Maruara diketahui sebelumnya adalah kader loyal PDIP. Mereka sudah dianggap lumayan senior di PDIP. Namun pada pilpres kemarin (2024), mereka berdua menyatakan sikap mendukung Prabowo-Gibran. Budiman sendiri di masa mahasiswanya aktif bergabung dalam gerakan mahasiswa yang kerap melontarkan kritik pedas kepada pemerintah orba.
“Saya membayangkan begini. Ketika rapat kabinet misalnya, Budiman ataupun Ara (Maruara), menyampaikan ide gagasannya yang idealis. Namun menteri lain justru mentertawakan ide tersebut dan mengatakan, “Jangan terlalu idealis lah.” Nah, kan repot jika begitu? Karena saya tidak terlalu yakin di dalam kepala menteri yang lain memiliki integritas seperti Ara dan Budiman,” papar Agung.
Kondisi semacam ini justru dikhawatirkan akan menjadi tekanan bahkan resistensi kepada Ara dan Budiman, “Jujur saja saya mengenal betul siapa Ara dan Budiman yang bicara soal rakyat bukan baru kemarin sore. Mereka saat di PDIP dan terutama Budiman saat kuliah juga sudah turun dan berjuang bersama rakyat. Jadi mereka lebih peka dan paham jika bicara soal rakyat,” tuturnya.
Agung berharap, kedua mereka, Ara dan Budiman bisa bekerja tidak di bawah tekanan dari menteri-menteri lain yang mungkin saja tidak senang dan menganggap mereka terlalu idealis dan ideologis, “Terlebih Budiman yang kini membawahi badan percepatan pengentasan kemiskinan. Sebuah badan yang strategis untuk menata dan mengangkat status rakyat miskin menjadi sejahtera.”
“Ini badan strategis yang berkait langsung dengan rakyat. Sejak era Bung Karno hingga kini persoalan kemiskinan ekstrim belum teratasi. Saya kira tepat jika Budiman duduk di sana karena tidak sekadar mengentaskan orang miskin dengan paket sembako tapi saya yakin akan ada pendekatan pemberdayaan nantinya. Masyarakat lelah karena elite melakukan korupsi yang harusnya itu menjadi jatah rakyat,” pungkas Agung***(Redks)