Kabarnusa.id – Mimika | Debat publik kedua Pilkada Mimika 2024 yang digelar KPU pada Selasa (19/11/2024) kembali mempertemukan paslon Johannes Rettob-Emanuel Kemong (JOEL), Maximus Tipagau-Pegi Patrisia Patippi (MP3), dan Alexander Omaleng-Yusuf Rombe (AIYE). Ketiga paslon akan menjawab tantangan tema penting debat yang berhubungan dengan kapasitas calon kepala daerah dalam mengelola birokrasi.
“Salah satu kandidat yang notabene pernah menjabat wakil bupati dan Plt Bupati akan lebih menguasai seluk beluk tata kelola pemerintahan. Bagi John Rettob tema debat kali ini akan menjadi momentum memaparkan persoalan birokrasi di Mimika yang menjadi tugas utama siapapun nantinya duduk sebagai Bupati” jelas Irham Haros Pengamat Politik dari Litbang Demokrasi.
Tata kelola pemerintahan daerah dan sinergitas dengan pusat menjadi kerja kolektif pemerintahan daerah. Kemampuan mengorganisir perangkat pemerintahan dalam satu visi akan berhadapan dengan berbagai persoalan manajemen birokrasi yang tidak mudah.
“Sebagai salah satu kandidat yang pernah berpengalaman jatuh bangun mengatasi problem tata kelola pemerintahan, John Rettob kemungkinan akan lebih realistis memaparkan. Jika dianalogikan : John sudah pernah melakukannya, kandidat lain sedang berimajinasi bahwa mengelola pemerintahan itu mudah jika didukung kekuasaan. John punya modal kapabilitas bila diibaratkan memasak, John pernah berpengalaman membuat “nasi goreng pemerintahan” yang lain baru sebatas membaca resep” imbuh Irham
Sinergitas pusat dan daerah selama ini menjadi persoalan besar yang menyangkut kebijakan. Faktor ego sektoral yang terjadi karena kondisi daerah terkadang tidak sejalan dengan kebijakan pusat. Menurut Irham calon pemimpin daerah punya tanggungjawab mensinkronisasi demi sebuah harmonisasi kebijakan pusat dan daerah.
“Dalam sebuah wawancara, John pernah menjelaskan kondisi Mimika yang kekurangan sekitar 500 tenaga pengajar. Salah satu cara paling cepat mengatasi hal ini adalah dengan pengadaan PPPK dan CPNS. Mengangkat mereka tidak semudah menorehkan tanda tangan, harus mengajukan ke KemenPAN-RB Pusat, menunggu SK disahkan dulu. Belum lagi kekurangan tenaga kesehatan yang selalu menjadi PR besar wilayah Indonesia Timur” jelas Irham.
Pengamat Politik dari Litbang Demokrasi tersebut juga menyoroti kampanye politik Pilkada di berbagai daerah yang gencar menjajikan kata “gratis”. Bagi masyarakat awam itu sebuah harapan, namun bagi seorang birokrat sebatas janji manis yang tidak semudah ketika dilaksanakan.
“Jika dalam sebuah kampanye kita menemukan janji gratis ini itu, membebaskan biaya bidang ini dan itu, bisa dipastikan sang Paslon belum punya pengalaman dalam birokrasi pemerintahan. Tata kelola, birokrasi, aturan dan manajemen pemerintahan itu rumit dan tidak semudah yang dibayangkan” pungkas Irham kepada awak media.