Kabarnusa.id – Wonosobo | Kota Wonosobo sedang gandrung hujan. Air dari langit itu turun sewaktu-waktu, bisa pagi, dapat siang, mungkin sore atau bahkan malam. Yang lebih sering adalah hujan mulai basahi bumi pada siang hari. Intensitas hujan yang tinggi itu acap membuat orang malas beraktivitas ke luar rumah.
Berbeda dengan Jum’at siang 13 Desember 2024 kemarin, cuaca benar-benar cerah. Mentari bersemangat pancarkan sinarnya, tak ada awan hitam berarak yang berani menghalangi. Mungkin semesta sedang menyesuaikan diri atau mendukung derap asa agenda tatap muka dalam acara “Temu Silaturahmi Warga Grup Ngaji Bareng” di Joglo Nawasena Cafe n Resto Kalierang Wonosobo.
Acara tersebut dipersiapkan cukup singkat, sekira 1 minggu. Diawali oleh pembicaraan inisiator dengan Komandan Grup kemudian dilanjutkan komunikasi virtual dengan seluruh warga WAG Ngaji Bareng. Dikonkritkan dengan dibuatnya list kehadiran peserta guna koordinasi dan persiapan serta lancarnya kegiatan. Belasan orang menyatakan diri siap hadiri acara.
Waktu yang ditentukan tiba, ba’da Jum’atan satu persatu peserta acara berdatangan. Mas Andi, Sang Pengelola Joglo Nawasena menyambut ramah kehadiran mereka, lantas persilahkan tamu tamu untuk duduk di tempat yang disediakan. Lalu Mas Andi berikan komando kepada pramusaji untuk sigap menghampiri menanyakan kepada tamu apakah menu sesuai pesanan dapat langsung disajikan. Segera saja ruangan depan Joglo Nawasena yang berisi deretan meja kursi risban kayu jati riuh obrolan dalam suasana penuh keakraban.
Setelah semua peserta dipastikan menyantap hidangan dan menyesap teh/kopi maka acara segera dimulai. Pukul 14.15 MC mengajak peserta untuk merapat ke lokasi yang disiapkan yaitu di depan backdrop Joglo Nawasena. MC membuka acara dengan bacakan 3 pokok agenda: Ta’aruf ; Usulan Tentang Aktualisasi Ke Depan; dan Diskusi dengan tema: “Pelajaran dari Kasus Bully Tukang Es Teh, Bagaimana Dakwah Supaya Tak Salah Langkah”.
Dipandu oleh Host mas Irham Haros yang notabene merupakan santri Maiyah-Mbah Nun (Emha Ainun Najib) diskusi berlangsung gayeng, mungkin karena tema yang dibahas sedang viral dan aktual. Dengan mengadopsi konsep egaliter dari dialektika Maiyah, sang host perlakukan semua peserta diskusi setara sehingga semuanya adalah nara sumber yang dapat menyampaikan telaah menurut sudut pandangnya.
Tak semua orang dari belasan peserta acara bersedia memegang mic untuk sampaikan pandangan terkait tema. Namun dari peserta yang bersedia urun bicara terdapat hal menarik yang layak dikabarkan. Ustadz Muhammad Iryanto, seorang pendakwah dan pebisnis misalnya menyampaikan bahwa , ” Dakwah itu bukan hanya tugas ustadz, Gus , Kyai, Ulama saja, melainkan tugas semua pribadi muslim dalam kapasitas masing2. Dakwah mestinya disampaikan dengan qoulan ma’rufan, qoulan sadidan, qoulan kariman dan qoulan tsaqila”.
Mas Heru Kraton, seniman yang dekat dengan Almarhum Didi Kempot, punya telaah yang mencerahkan: “Kebiasaan yang dilakukan seseorang merupakan faktor penyebab tergelincirnya lidah. Gus M, misalnya, diketahui punya kebiasaan mengatakan “goblog” pada orang terdekat, sehingga hal itu baik sadar atau tidak, terdorong dilakukan di depan publik, sesuatu yang eloknya tidak diucapkan . Sebab khalayak punya mekanisme berbahasa yang beda dengan cara berbahasa untuk kalangan terdekat. Jadi , berdakwah itu tidak hanya tentang cara melainkan juga harus memperhatikan tentang rasa”.
“Bahwa dakwah seyogyanya memerhatikan nilai kearifan lokal, jika itu terpenuhi niscaya tak terjadi kasus bully dan segala hina-dina. Local wisdom masyarakat Jawa adalah kesopanan dan kesantunan”, demikian pendapat mas Raden Nurcahyo yang pegiat silaturahmi dan pendiri WAG Ngaji Bareng.
Mba Wati, pemilih usaha Kue Tar La Wati, menambahkan, “Pendakwah seharusnya mampu menjaga marwah sebab mereka adalah acuan moral dan sikap bagi masyarakat. Da’i-da’i pasti tak akan menyakiti dengan kata kata, sebab Islam mengajarkan jika tak bisa berkata baik, lebih baik diam”.
Ibu Turinah, aktivis RMG dan pegiat sosial, menambahkan tentang pentingnya dakwah yang merangkul, bukan memukul. Tentang urgensi dakwah yang memberdayakan, bukan menghinakan. Tentang perlunya dakwah yang mengajak untuk ngopeni dhuafa dan kaum miskin papa.
Pendapat terakhir disampaikan oleh mas Kenang Subekti, seorang pegiat usaha batu akik , bahwa dakwah sebaiknya bisa disesuaikan dengan tipe jama’ahnya sehingga isi dakwah dapat sampai di pikiran dan hati. Dakwah juga akan bermakna ketika sekumpulan orang bisa terinspirasi melakukan kebaikan, baik sendiri atau bersama-sama. Dakwah adalah seruan dan implementasi amar ma’ruf nahi munkar, pungkas mas Kenang.
Diskusi yang berlangsung dalam suasana penuh gairah dan cukup menjanjikan untuk membudayakan dialektika. Mas Irham Haros, sang host yg juga merupakan koordinator acara menutup rangkaian kegiatan dengan ad libs ucapan terimakasih kepada media partner: Wonosobozone dan Kabar Nusa, serta kepada “HOUSE OF ELENA” atas supportnya sehingga kegiatan dapat terselenggara dengan baik.
Tepat pukul 15.45 acara berakhir. Seluruh peserta koor menginginkan acara “Temu Silaturahmi Warga Grup Ngaji Bareng” dapat menjadi agenda rutin***(Rdks)