Scroll untuk baca berita
PeristiwaSemarangSeni & Budaya

Salah Satu Tokoh Tionghoa Semarang Prihatin, Benda Penghormatan Leluhur untuk Tutup Got

1058
×

Salah Satu Tokoh Tionghoa Semarang Prihatin, Benda Penghormatan Leluhur untuk Tutup Got

Sebarkan artikel ini
Pemerhati Sosial Masyarakat F Tika Mantovani (dua kanan) warga Kecamatan Tembalang, Kota Semarang dalam sebuah kegiatan keluarga. Foto Dok

SEMARANG, kabarnusa.id Salah satu tokoh Tionghoa Indonesia Kota Semarang merasa prihatin dan menyayangkan, benda penghormatan terhadap leluhur beralih fungsi dan cenderung disalahgunakan untuk tutup got (selokan) dan lain sebagainya.

Keprihatinan itu diungkapkan Irwan Leokita W Karunia, warga Kelurahan Lampe Lor, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang kepada Wartawan di Peleburan, Kota Semarang, Jum’at (15/03/2024).

“Kami prihatin ya, dengan Bongpai atau (batu) nisan yang tidak terawat baik. Malah cenderung disalahgunakan dan beralih fungsi. Ada yang digunakan sebagai jembatan di atas got, tutup got dan lain lain. Padahal Bongpai atau (batu) nisan itu sejatinya adalah benda penghormatan terhadap leluhur,” jelas Wakil Ketua Forkommas RI gemas.

Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, diharapkan pemerintah dapat merujuk pada UU No 11 tahun 2010, tentang Cagar Budaya dapat dijadikan untuk melakukan inventarisasi dan menyelamatkan keberadaan Bongpai atau batu nisan yang dialih fungsikan tersebut.

“Kami berharap, undang-undang nomor 11 tahun 2010 dapat digunakan sebagai dasar untuk menginventaris dan menyelamatkan keberadaan Bongpai atau nisan yang ada,” harapnya.

Keprihatinan juga dirasakan salah satu masyarakat pemerhati sosial F Tika Mantovani, warga Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang menyayangkan benda cagar budaya yang memiliki sejarah panjang peradaban manusia, khususnya di Kota Semarang, dipakai untuk menutup selokan (got) dan tidak di rawat.

“Kalau Saya pribadi menanggapi dari sisi historical (sejarah), di dalam batu nisan situkan memang ada sejarah ya, bahkan mungkin ratusan tahun lalu, sayang kalau ada pembongkaran. Tiba-tiba ada berita kita menemukan beberapa nisan itu dipakai untuk menutup selokan (got), Saya rasa itu tidak etis. Apalagi dengan adanya sejarah yang tertulis di situ, pastinya itu salah satu cagar budaya,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, lanjut Tika, jika memang nantinya batu nisan itu tidak dipakai lagi bisa dikumpulkan dalam sebuah tempat penampungan tertentu, agar nilai manfaatnya masih bisa dirasakan oleh masyarakat Kota Semarang khususnya.

Selain juga sebagai upaya untuk memberikan penghormatan kepada leluhur orang-orang Tionghoa, sehingga lebih harmonis dalam memaknai nilai-nilai budaya yang berbhinekka tunggal ika.

Bambang Wuragil, Ketua PSMTI Jawa Tengah bersama pengurusnya dan Henry Nurcahyo, Lurah Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang di depan Balai Kelurahan Jomblang saat menerima penyerahan Bongpai yang telah dikumpulkan dari masyarakat, di depan Balai Kelurahan Jomlang, Jum’at (15/03/2024). Foto Absa

“Kita perlu untuk lebih toleran sebagai masyarakat dengan agama dan budaya yang berbhinekka tunggal ika. Seharusnya layaknya makam, perlu dihormati. Hal ini juga bisa dipertimbangkan dalam hal tata kota. Membangun kota juga perlu memikirkan aspek kultural dan aspek desain yang harmonis,” tegasnya.

Tanggapan Tenaga Ahli

Tenaga ahli Wali Kota Semarang bidang Sosial Budaya Immanuel Adhi Siswanto Wisnu Nugroho menilai, bahwa Bongpai atau batu nisan leluhur Tionghoa atau Cina di Indonesia itu, merupakan bagian dari warisan kebudayaan Kota Semarang yang perlu dilestarikan.

Karena warga Kota Semarang berasal dari berbagai keturunan dan berbagai budaya, sehingga keberadaan Bongpai itu dapat dijadikan sebagai sebuah sejarah, yang dapat diinvestasikan diarsipkan dalam sebuah musium, sebagai bentuk penghargaan kepada nilai-nilai budaya yang ada di Kota Semarang.

“Karena Semarang ini identik dengan budaya Jawa, budaya Cina dan budaya Arab. Nah pemilik kebudayaan itu ingin, agar peninggalan leluhur itu bisa diarsipkan, sehingga dapat mengerti bagaimana sejarahnya. Tapi yang jelas, itu menjadi aset budaya yang besar Kota Semarang dan perlu dilestarikan sebagai bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai budaya,” terangnya.

Dikatakan pula oleh Adhi Siswanto, sangat mengapresiasi jika ada suatu organisasi yang mau peduli dan perhatian terhadap keberadaan Bongpai yang sudah beralih fungsi menjadi tutup selokan dan lain-lain, apalagi mau juga memberikan penggantian kepada masyarakat, terkait alih fungsi tersebut.

“Kami menilai ini patut kita dukung dan kita memberikan masukan kepada Wali Kota Semarang, agar kajian ini beliau memperhatikan. Karena merupakan program yang baik, sebagai bentuk penghargaan terhadap auatu nilai-nilai budaya yang perlu dilestarikan,” tegasnya.

Tanggapan positif juga disampaikan oleh Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Tengah Bambang Wuragil, menanggapi keprihatinan masyarakat, yang akan mengusulkan kepada Pemerintah Kota Semarang untuk nantinya agar dibuatkan museum peninggalan sejarah Tionghoa, agar bisa menjadi tempat kunjungan wisata atau tempat Edukasi sejarah Kota Semarang.

“Ini kalau bisa, Pemerintah Kota Semarang bisa mendirikan museum. Sehingga bisa jadi tempat pariwisata, Semarang bisa banyak dikunjungi, itu jadi bisa bermanfaat kalau Bongpai itu kita kumpulkan. Kita nanti akan surati Pemkot lagi, lalu kita bisa mengadakan seminar, supaya pemanfaatannya bisa lebih baik lagi,” urainya di depan Balai Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang.

Absa

Jasa Pembuatan dan Maintenance Website Murah

Tinggalkan Balasan