KabarNusa|•Banyumas – Aktivitas tambang galian C di Gunung Wetan, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Banyumas, diduga melakukan sejumlah pelanggaran serius terkait penggunaan bahan bakar dan ketidaksesuaian izin operasional. Dugaan ini memicu kekhawatiran masyarakat setempat serta mendorong desakan agar pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas.
Berdasarkan investigasi tim media pada Sabtu (8/3/2025), tambang tersebut diduga menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi. Padahal, solar bersubsidi hanya diperuntukkan bagi sektor-sektor tertentu yang berhak, seperti transportasi publik dan usaha kecil menengah. Penggunaan solar subsidi untuk kepentingan komersial, seperti operasional tambang, merupakan pelanggaran hukum yang dapat merugikan negara.
Saat dikonfirmasi, salah satu pelaksana lapangan bernama Warsito mengungkapkan bahwa tambang ini dimiliki oleh Kepala Desa Kemiri berinisial KSWD. Ia juga menyebutkan bahwa pasokan solar subsidi diperoleh dari seseorang bernama Amin.
Tindakan ini berpotensi menyebabkan kerugian negara akibat subsidi yang tidak tepat sasaran. Selain itu, penggunaan solar bersubsidi secara ilegal dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi, tambang tersebut juga diduga melanggar izin operasional. Izin yang dimiliki hanya mencakup pengambilan batu andesit, namun praktik di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas tambang juga melibatkan pengambilan tanah urug, pasir, dan batu belah. Hal ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku.
Pelanggaran ini berisiko menimbulkan dampak lingkungan yang serius, seperti erosi tanah, perubahan bentang alam, serta hilangnya kesuburan tanah. Jika tidak segera ditangani, kerusakan lingkungan yang terjadi dapat semakin luas dan sulit dipulihkan.
Desakan Penegakan Hukum
Dugaan pelanggaran di tambang galian C Gunung Wetan ini perlu mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum (APH). Penegakan hukum yang tegas serta pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah praktik ilegal yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa pelaku penambangan tanpa izin (PETI) dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama 5 tahun serta denda maksimal Rp100 miliar.
Pihak berwenang diharapkan segera mengambil langkah hukum yang tegas terhadap aktivitas tambang ilegal ini guna memastikan seluruh kegiatan pertambangan di wilayah Banyumas berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.