Bekasi – Kabarnusa | Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan dokumen lahan Jatikarya dengan terdakwa DB digelar di Pengadilan Negeri Kota Bekasi, Kamis (25/7/2024). Selain pembacaan pembelaan oleh kuasa hukum terdakwa, sidang kali ini juga mendengarkan pembacaan nota pembelaan pribadi oleh terdakwa DB dihadapan Majelis Hakim, JPU, Kuasa Hukum terdakwa dan hadirin di ruang sidang.
Dalam nota pembelaan pribadi, terdakwa DB menyampaikan penolakannya atas semua tuntutan JPU yang dibacakan sebelumnya pada Senin (15/7/2024). Tuntutan ancaman hukuman penjara 6 tahun menurut DB sebagai upaya lanjutan kriminalisasi atas dirinya dalam menjalankan tugas sebagai kuasa hukum warga dan ahli waris lahan Jatikarta.
DB menyampaikan bahwa kriminalisasi kepada dirinya telah dilakukan oleh mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto saat menjabat sebagai Menteri ATR/BPN tahun 2022. Saat itu dirinya sedang mengurus uang konsinyasi kemudian dipanggil penyidik bareskrim dan ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2023.
Dalam nota pembelaanya, DB secara tegas menyatakan tuntutan JPU didasarkan kesimpulan yang keliru dan tidak benar terhadap fakta persidangan dan bukti pendukung tersebut sangat tidak berdasar, sehingga sangat tidak adil dan tidak berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Kesimpulan Penuntut Umum bersifat asumsi atau pendapat pribadi yang dipaksakan. Banyak sekali fakta-fakta diputarbalikkan atau dipelintir oleh JPU sebagai dasar penuntutan.
“Bahwa mengakhiri pembahasan dalam bagian analisa yuridis atas fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, kami berkesimpulan bahwa saya sebagai terdakwa adalah korban penegakan hukum yang sewenang-wenang dan dipaksakan. Disamping itu, merupakan pelecehan terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah melewati proses panjang selama 24 tahun lalu, sehingga dapat dikategorikan sebagai contempt of court” ungkap DB saat membacakan nota pembelaan sebanyak 25 halaman.
DB juga mengungkap terjadinya error in objecto (kesalahan dalam tuntutan). Berikut fakta-fakta persidangan seperti yang disampaikan oleh DB, bahwa girik-girik yang diajukannya dalam persidangan perkara Perdata No.199/Pdt.G/2000/PN.Bks adalah girik-girik yang diterbitkan tahun 1959 sampai 1972, dan tidak ada girik tahun 1973 apalagi 1979 seperti yang didakwa dipalsukan pada dirinya oleh JPU. Fakta lain disebutkan bahwa sampai detik ini Penyidik tidak pernah memperlihatkan girik tahun 1979 yang dituduhkan kepada dirinya
“Bahwa girik tahun 1979 tersebut tidak pernah saya jadikan sebagai bukti dalam perkara apapun dan tidak ada klien saya yang menuduh memalsukan surat tersebut. Para saksi yang dihadirkan oleh JPU adalah saksi yang tidak melihat, tidak mengalami, dan bahkan tidak mendengar secara langsung perbuatan yang didakwakan, lebih bersifat testimonium de auditu” lanjut DB membacakan pembelaannya.
Di akhir pembacaan pembelaannya, DB meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya sesuai fakta-fakta persidangan, bukti pendukung dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku***