Sumedang – Kabarnusa | Ramainya pemberitaan pemblokiran Uang Ganti Rugi (UGR) Tol Cisumdawu milik ahli waris oleh Bank BTN menuai banyak komentar. Fenomena hukum dan Perbankan tersebut muncul usai Kejari Sumedang melayangkan surat permohonan pemblokiran UGR dengan alasan dana sejumlah 329,7 milyar tersebut sedang menjadi obyek penyidikan perkara pidana Tipikor.
Bank BTN yang berstatus Bank penampung dana konsinyasi telah diperintahkan oleh Pengadilan Negeri Sumedang untuk menyerahkan UGR kepada ahli waris yang sah. Namun Bank BTN menolak menyerahkan sebelum ada pencabutan permohonan pemblokiran dari Kejari Sumedang.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ikopin University Dr. Heri Nugraha, SE., MSi. dalam tanggapannya di media Tribunpriangan menyarankan ahli waris pemilik UGR untuk bersabar menunggu proses pidana selesai. Menurut Heri, Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menahan UGR karena menjadi obyek perkara baru penyidikan tindak pidana korupsi.
Senada dengan Heri, Peneliti Senior Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Barat, Nandang Suherma menyampaikan pernyataannya di media Pikiran Rakyat. Menurut Nandang, penahanan UGR oleh Bank BTN sebagai bentuk kehati-hatian dan surat permohonan Kejaksaan Negeri Sumedang sah dan tidak melanggar hukum.
Baca Juga : Benarkah Bank BTN Melakukan Contempt Of Court Kepada Pengadilan? Simak Fakta Hukumnya
Menanggapi 2 pernyataan tokoh tersebut Ketua Dewan Pembina Yayasan Ibu Djati Sumedang, Asep Riyadi menyampaikan sanggahannya. Menurut Asep, saat terjadi persoalan tabrakan hukum pada pencairan UGR, seharusnya pihak-pihak membaca mekanisme aturan lain yang menyertainya
“Pemblokiran UGR pada rekening milik Pengadilan itu harus melalui penetapan mengikuti aturan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Bagaimana dibilang sah, justru malah melanggar hukum. Bank BTN kemudian menjadikan surat tidak sah tersebut sebagai alasan pemblokiran, BTN ikut melanggar hukum juga. Keputusan tertinggi dari PN Sumedang harusnya lebih dulu dihormati, perintah pencairan harus dilaksanakan. Mengapa justru malah mendefinisikan sendiri aturan sesuai kepentingannya?” jelas Asep yang juga Pengelola Saung Budaya Sumedang (SABUSU) Jatinangor, pemberdaya Budaya, Sosial, UMKM, dan lingkungan.
Asep juga menyoroti perihal keberpihakan pada persoalan UGR. Menurutnya pihak-pihak yang mengomentari memahami persoalan hanya sepotong-sepotong, sehingga melahirkan kesalahpahaman.
Berita Terkait : Bank BTN Melecehkan Pengadilan Dalam Kasus UGR Tol Cisumdawu? Simak Pendapat Para Pakar Hukum
“Dekan Fakultas Ekonomi tidak ada kapasitas berbicara masalah hukum, apalagi hanya untuk membela kepentingan Bank BTN. Peneliti Fitra juga seharusnya paham aturan undang-undang, tidak asal berkomentar membela Kejaksaan. Kalau hanya meminta warha ahli waris bersabar, itu sudah dilakukan sejak tahun 2021 saat PN Sumedang memenangkan gugatan warga ahli waris. Yang harus dibela itu kepentingan warga yang telah didzolimi haknya, bukan kepentingan institusi dan Bank BTN yang sedang salah kaprah” tegas Asep yang dikenal dekat dengan masyarakat kelas bawah di Sumedang***(Redaksi)