Nikel sulfat dikenal sebagai bahan utama penyusun precursor katoda batere kendaraan listrik. Di pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Propinsi Maluku Utara baru saja diresmikan pabrik Nikel Sulfat oleh Menkomarivest Luhut B Panjaitan, Rabu (31/5). Kapasitas produksinya mencapai 240 ribu ton per tahun menobatkannya menjadi pabrik Nikel Sulfat terbesar di dunia.
Dioperasikan oleh PT Halmahera Persada Lygend (HPL), afiliasi dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang merupakan holding company dari Harita Nickel. Komposisi kepemilikan sahamnya : PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) sebesar 45,1%, Lygend Resources Technology Co. Ltd mendapat 36,9%, dan Kang Xuan Pte Ltd 18%.
Dikutip dari website PT HPL, berikut nama-nama Direksi dan Komisarisnya. Direktur Utama dijabat oleh Parasian Simanungkalit dan posisi Direktur lain dijabat oleh enam orang yaitu : Tonny Gultom, H.Ghufron, Ge Kaicai, Yu Hai, Zhang Bao Dong, dan Hu Hong Gen. Sementara di posisi Komisaris Utama dijabat oleh Cai Jiangyong dan Komisaris dijabat oleh Lim Gunawan Hariyanto dan Jiang Xinfang.
Lygend Resources Technology Co. Ltd yang memiliki 36,9% saham merupakan perusahaan di sektor rantai pasok nikel dunia yang berdiri sejak Januari 2009 di Laut China Timur, Zhejiang, Tiongkok. Menjadi perusahaan penyalur nikel dari lokasi tambang ke pembeli di seluruh dunia. Apa yang bisa disimpulkan dari investasi di Pulau Obi Halmahera Selatang tersebut?
Dari komposisi saham, Lygend Resources Technology Co. Ltd dan Kang Xuan Pte Ltd keduanya dari Tiongkok menguasai 54,9 %. Sementara PT HPL yang hanya mendapatkan 45,1 % dikelola oleh jajaran direksi dan komisaris yang 80% dari Tiongkok juga.
Memiliki cadangan SDA terbesar di dunia tidak serta merta menjadikan Indonesia kaya raya. Pemerintah lebih memilih mendatangkan investor asing, mengelolanya hingga menjualnya lalu kita cukup puas mendapat pembagian dari hasil duduk manis melihat SDA diangkut ke luar negeri.
Skema ekploitasi SDA memang dibuat se-simpel mungkin agar kita tidak repot, apalagi bersusah payah mengelola dan menjualnya. Keuntungan yang didapat negara sedikit, boro-boro dibagikan kepada masyarakat, cukup dinikmati elitnya saja.
Masyarakat cukup diberi berita dan kabar baik kebanggaan memiliki industry Nikel Sulfat nomer wahid, namun tidak merasakan apapun, kecuali kerusakan alam yang diwariskan kepada anak cucu. Siapa yang bertanggung jawab, tidak ada satupun yang sudi. Dan ketika alam menghukum atas kelakuan manusia, merekalah para pemodal yang paling duluan kabur, membawa catatan keuntungan yang sudah didapatnya***