Scroll untuk baca berita
Artikel

Konsinyasi UGR Tanpa Payung Hukum, BTN Merendahkan Lembaga Hukum, Pengadilan Masih Diam?

96
×

Konsinyasi UGR Tanpa Payung Hukum, BTN Merendahkan Lembaga Hukum, Pengadilan Masih Diam?

Sebarkan artikel ini

Penolakan Bank BTN menyerahkan UGR tol Cisumdawu kepada principal melahirkan kontroversi hukum. Pengadilan Negeri Sumedang melalui penetapan pencairan sudah menyerahkan uang konsinyasi yang tersimpan di Bank BTN. Namun sampai hari ini semenjak empat bulan penolakan Bank BTN belum menemukan solusi.

UGR senilai 329,7 milyar gagal ditransaksikan di Bank BTN dengan alasan adanya surat permohonan pemblokiran dari Kejaksaan Negeri Sumedang karena dikaitkan sebagai barang bukti perkara Tipikor lain (Dadan, dkk) yang tidak berhubungan dengan para penerima UGR, salah subjek.

Sesuai ketentuan yang menjadi payung hukum saat UGR disimpan di Bank BTN adalah Penetapan penitipan konsinyasi oleh PN Sumedang, dan untuk pembayaran nya juga dengan Penetapan pembayaran oleh Pengadilan.

Alhasil dengan telah dibuatkan perintah bayar Pengadilan Sumedang dan menyerahkan cek tunai kepada prinsipal, sudah tidak ada produk hukum apapun yang menjadi dasar BTN menahan uang yang sudah menjadi hak principal. Surat permohonan pemblokiran dari Kejaksaan bukanlah sebuah produk hukum yang mempunyai kekuatan hukum, jika Kejaksaan ingin memblokir ataupun menyita UGR tersebut dapat ditempuh dengan mendapatkan ijin resmi dari Pengadilan setempat.

Pemahaman hukum inilah yang harus diluruskan di Bank BTN. Apakah Bank BTN menahan dana tersebut karena tak ingin kehilangan dana murah, itu prespektif lain lagi?

Pertanyaannya, apakah Pengadilan tidak menyadari uang yang tersimpan di BTN tersebut sudah tidak memiliki dasar hukum lagi? Kenapa tidak segera, diperbaiki kekosongan hukum itu?

Pengadilan Tinggi Bandung sebagai kawal depan Mahkamah Agung sewajarnya bersikap, karena Pengadilan diberi amanah oleh Konstitusi dan Undang Undang untuk mengamankan Proyek Strategis Nasional, tentunya tidak boleh alpa.

Barangkali Kasus ini baru pertama kali terjadi, Pengadilan pun gamang dan belum menyadari kalau telah terjadi kekosongan hukum? Badan Pengawasan Mahkamah Agung haruslah memberi perhatian atas sikap Bank BTN yang tidak menghormati hukum yang cendrung melecehkan Pengadilan

Untuk mengisi kekosongan hukum penitipan Konsinyasi UGR dari PUPR, Pengadilan haruslah menerbitkan Penetapan baru. Berhubung Bank BTN yang diberi kepercayaan menyimpan tidak menghormati hukum dan tidak akuntabel dalam mengelolah uang yang dititipkan, saatnya Pengadilan mengakhiri kekisruhan dan kekosongan hukum dengan membuat langkah hukum. Pengadilan membuat penetapan baru berdasarkan fakta inkonsistensi Bank BTN, yaitu dengan memindahkan RPL ke bank Pemerintah lainnya.

Semoga kajian ini bisa menjadi bahan masukan bagi institusi Peradilan untuk mengakhiri tumpang tindihnya kepentingan yang berdampak terjadinya kekosongan hukum status dana UGR tersebut dalam rangka mensukseskan Proyek Strategis Nasional***

Penulis : Herman Tahrir, S.H, M.H — Praktisi Hukum

Jasa Pembuatan dan Maintenance Website Murah

Tinggalkan Balasan