Aplikasi Judi Online (Judol) diciptakan oleh ahli digital yang melibatkan pakar psikologi. Sebuah mesin taruhan yang memanfaatkan transaksi keuangan digital dengan segala kemudahannya. Tujuan utamanya bukan persoalan menang atau kalah, tetapi menciptakan efek kecanduan akut yang tidak dibatasi waktu bagi penggunanya.
Judol bukan permainan adu keberuntungan, karena saat seseorang sekedar coba-coba, efek kecanduan akan dimulai dengan diberikannya kemenangan semu. Programer judol sudah mendesain permainan judi berputar pada persoalan kecepatan menang dan kalah yang berjalan beriringan. Efek penasaran pernah merasakan sekali menang besar akan tergerus kekalahan kecil-kecil terus menerus. Bahkan ketika kita kalah, esoknya akan mendapatkan uang pengembalian kekalahan sebesar 10% di saldo akun yang memancing kita untuk dipakai bertaruh lagi.
Itu belum seberapa godaannya, yang paling menggiurkan adalah sistim referral atau semacam MLM. Skemanya kita diberikan link aplikasi dengan kode akun kita yang bisa kita sebar ke media sosial (FB,Twitter, IG, Telegram). Dengan bermodal link tautan tersebut siapapun yang klik lalu sengaja atau tidak mendaftar member akun judol baru, maka otomatis ada bonus untuk kita. Bonus lainnya ketika referral kita melakukan top up saldo untuk bermain, maka sekitar 3-5% akan mengalir ke saldo akun kita.
Cuma butuh 5 orang referral yang gila judol, maka kita setiap hari bisa mendapatkan tambahan pembagian saldo dari aktifitas top up mereka. Algoritma seperti itu menjadi jebakan paling jitu agar seseorang yang sudah mengenal judol mau tidak mau harus kecanduan. Sadis, kan!?
Siapa golongan masyarakat yang disasar para agen judol lokal? Menurut sebuah hasil survey 70% pelaku judol adalah generasi milenial dan Gen Z (usia 27 – 44 tahun). Usia tersebut tidak ada batasan wilayah perkotaan, desa dan profesi sepanjang mereka terjangkau jaringan internet. Lebih menyedihkan lagi para pecandu judi online adalah mereka yang sebagian besar berekonomi menengah ke bawah.
Mereka yang bermimpi kaya secara diam-diam dan sederhana sesungguhnya sedang dimatikan harapan hidupnya. Berpikir materialistik adalah segalanya, bahkan ada yang berdoa khusus untuk diberi kemenangan. Berbagai tawaran rumus kemenangan yang dikirim ke nomer ponsel dan akun kita menjadi godaan paling sadis agar tidak insyaf.
Di sisi lain ada aplikasi pinjaman online (pinjol) yang juga menawarkan dana modal secara mudah dan cepat. Pinjol dan judol menjadi satu paket jeratan ekonomi yang berada di sekitar kita, selama 24 jam 7 hari dalam seminggu. Pecandu Judol sudah pasti akan terjerat Pinjol, dan bagi yang terjerat pinjol sebagian besar menganggap judol sebagai solusi paling efektif.
Pertanyaan selanjutnya bisakah menyadarkan orang yang sudah terjerat judol? Kita yang kebetulan punya sahabat, kerabat dan saudara yang sedang terjerat judo, apakah bisa memperingatkan syukur-syukur bisa menghentikannya? Jawabannya tidak bisa jika anda percaya pada penjelasan di atas. Bagi yang tidak percaya pada penjelasan di atas silahkan mencobanya sendiri salah satu saja aplikasi judol yang bertebaran di medsos.
Dalam situasi inilah negara harus hadir. Judol ada di setiap negara dan menjadi perang IT yang sengit antara pemerintah dan programmernya. Pemerintah mengaku telah memblokir ribuan akun sama halnya memadamkan kebakaran hutan dengan air segayung demi segayung.
Cobalah belajar dari petugas pemadam kebakaran hutan : lokalisir area yang belum terbakar jangan sampai ada percikan api baru masuk. Jangan karena server judol dari luar negeri menjadi alasan tidak bisa memblokir biangnya. Server itulah pusat kebakarannya. Kita punya banyak pakar IT yang bisa melakukannya, hanya butuh kekuatan “will” dari pemerintah yang tidak tergiur pembagian keuntungan agen judol kepada para oknum-oknum yang sengaja dibayar untuk menjaganya***
Respon (1)