Scroll untuk baca berita
Jasa Halaman 1 Google Jasa SEO Murah
Depok

Menata Ulang Pengelolaan Sampah di Kota Depok, Saatnya Membersihkan Sampah Birokrasi dan Menyerahkan Kepada Ahli di Bidangnya

9
×

Menata Ulang Pengelolaan Sampah di Kota Depok, Saatnya Membersihkan Sampah Birokrasi dan Menyerahkan Kepada Ahli di Bidangnya

Sebarkan artikel ini
Tumpukan sampah sementara berserakan di tengah pemukiman warga Depok dikeluhkan warga sekitar (Foto-Dok.Tmp)

Depok – Kabarnusa.id | Pengelolaan sampah di Kota Depok saat ini menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya termasuk keterbatasan infrastruktur pengolahan sampah, kurangnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah, serta keterbatasan lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA).

Kota Depok dengan jumlah penduduk sebanyak 2.163.635 jiwa (BPS 2024) penyediaan sarana dan infrastruktur pengelolaan sampah sudah saatnya ditata ulang. Volume sampah sekitar 1200 ton per hari jika hanya dikelola dengan cara dibuang, akan menimbulkan sentra-sentra penumpukan baru

Proses memindahkan dari tumpukan kecil (TPS) ke tumpukan besar (TPA) selama ini masih menjadi persoalan besar bagi dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kota Depok dalam mengelolanya.  Seperti dituturkan Setyawati, warga kelurahan Cilangkap, Kecamatan Cimanggis.

“Di RW 18 belum ada bak sampah, gerobak sampah keliling membuangnya sementara di pinggir jalan pertigaan sana. Ada truk sampah yang ambil tiap hari. Yang repot kalau pas hari minggu atau libur, truk tidak datang jadi sampah numpuk sampai keluar air dan belatung. Baunya sampai ke ruang tamu saya” jelas Setyawati yang rumahnya berjarak sekitar 100 meter dari pembuangan sampah sementara itu.

Penumpukan sampah tidak pada tempatnya juga dikeluhkan Suhardi warga Sukamaju, Cilodong. Setiap malam tumpukan plastik sampah dan karung menjadi pemandangan tidak sedap di beberapa titik pinggir jalan raya Jakarta Bogor

“Saya setiap hari pulang kerja jam 10 malam. Di beberapa titik jalan raya Bogor jadi tempat pembuangan sampah sementara terutama di bibir kali atau di depan pabrik yang sudah kosong. Pagi hari atau sore ada truk sampah yang keliling mengangkut sampah. Itu pinggir jalan raya besar, kita tidak tahu itu sampah dari warga Depok atau siapa saja yang kebetulan lewat” kata Suhardi yang sering memergoki pengendara motor dan mobil sengaja berhenti untuk membuang sampah pertigaan Cilodong.

Sama seperti Setyawati warga Cilangkap, Suhardi juga mengeluhkan saat mobil sampah libur mengangkut sampah pada hari minggu dan tanggal merah. Sampah yang menumpuk hingga meluber di pinggir aspal jelas mengganggu pengendara yang melewati titik itu.

“Orang buang sampah tidak kenal kalender, penumpukan pasti terjadi saat truk libur sehari. Pemda Depok semestinya bisa tegas melarang buang sampah di situ atau kalau mau dilanjutkan jadi TPS ya sediakan truk khusus yang tidak ada liburnya” saran Suhardi.

Harapan dan Solusi

Membuang sampah tidak pada tempatnya dengan alasan apapun sudah pasti melanggar aturan. Perilaku masyarakat selalu bercermin pada ketegasan pemerintah dan aparat dalam menyikapi pembuang sampah sembarangan.

Saat ada titik pembuangan sampah yang tak lazim tidak disikapi dengan tegas, maka masyarakat merasa tidak ada beban bersalah melakukan pembuangan sampah. Dinas LHK semestinya bisa berkoordinasi dengan Kelurahan dalam menertibkan sampah. Membangun bak sampah di tiap RT/RW setidaknya sudah meminimalkan perilaku buang sampah sembarangan.

Potensi retribusi sampah tiap bulan di Depok cukup besar. Jika tiap rumah dikenakan iuran 25.000 – 35.000 rupaih tiap bulan, maka ada dana puluhan milyar tersedia untuk membuat inovasi pengelolaaln dan pengolahan sampah. Jika dana tersebut sebagian besar hanya berhenti di saku petugas dan birokrat pengelola sampah, maka solusi terpadu apapun yang membutuhkan partisipasi dana tidak akan pernah terwujud.

Bagi sebagian orang meskipun kotor, sampah itu bisnis yang menggiurkan. Jika tidak dikelola dengan bijak akan menjadi bisnis kotor yang melahirkan sampah birokrasi. Di bawah kepemimpinan kepala daerah baru, Depok sudah saatnya berbenah dari zona nyaman menjadi zona creative.

Para pemangku kebijakan dituntut kreatif dan sudi mendengar aspirasi masyarakat. Persoalan sampah menjadi pekerjaan rumah bagi di era pemerintahan siapapun. Serahkan pengelolaan sampah kepada orang yang ahli di bidangnya. Bukan kepada sosok yang menikmati hasil dari bidangnya***

Laporan Jurnalis : Dahono Prasetyo

Editor : Ernawan Setyawan

Jasa Pembuatan dan Maintenance Website Murah

Tinggalkan Balasan

Jasa Halaman 1 Google Jasa SEO Murah