Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi berencana mengadakan apel akbar di Tugu Proklamasi, Jakarta, pada Ahad, 22 September 2024. Apel ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya dari berbagai ancaman yang dianggap berusaha menggulingkan kekuasaan.
Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi, Sukodigdo Wardoyo, dalam pernyataannya kepada wartawan pada Rabu (04/09). “Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi dari seluruh Indonesia akan berkumpul di Jakarta,” ungkapnya.
Sukodigdo menegaskan bahwa pihaknya telah mengajukan surat pemberitahuan dan izin kepada aparat kepolisian terkait pelaksanaan apel akbar tersebut. “Kami selalu mematuhi prosedur dan konstitusi ketika akan melakukan berbagai kegiatan termasuk apel akbar,” tegas Sukodigdo.
Ia juga menyebutkan bahwa target peserta apel akbar ini adalah sekitar 20 ribu orang yang memiliki militansi tinggi. “Anggota kami bukan kaleng-kaleng dan jelas mempunyai ideologi Pancasila dan pembela Jokowi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Sukodigdo menyinggung adanya situasi yang tidak kondusif yang disebabkan oleh mantan orang-orang terdekat Jokowi yang disebutnya ingin memperburuk kondisi bangsa. “Orang-orang terdekat Jokowi sakit hati karena kalah di Pilpres 2024 dan terus memprovokasi rakyat,” kata Sukodigdo.
Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari upaya mereka untuk menunjukkan dukungan penuh kepada Jokowi dan memastikan stabilitas pemerintahan di tengah berbagai ancaman.
Agung Wibawanto, seorang pengamat politik asal Yogyakarta memberikan komentarnya. “Memang beda. Dulu tidak pernah pendukung Jokowi melawan balik setiap ada kritik ataupun aksi demo dari pihak oposisi. Mengapa sekarang kok sepertinya takut sekali? Ini kan negara demokrasi? Jadi, dulu kita ya biasa saja. Tidak perlu apel Akbar atau apapun istilahnya untuk mengancam pihak lain,” papar Agung.
Menurut Agung lagi, Aksi dalam bentuk Apel Akbar ini hanya akan memperlebar polarisasi yang sudah terjadi sekarang ini, “Perbedaan pandangan dilawan oleh perbedaan, maka perbedaan semakin lebar dan ini berpotensi social chaos. Saya kurang tahu apakah hal seperti ini dipikirkan oleh para pendukung Jokowi? Atau justru mereka menginginkan hal tersebut terjadi?” tambah Agung.
Jika dikatakan bahwa kritik rakyat kepada Jokowi dan keluarganya saat ini dilakukan oleh mereka yang kalah pemilu, ditepis oleh Agung, “Kritik rakyat atas dinasti politik sudah muncul sejak sebelum coblosan, yakni ketika Anwar Usman sebagai Ketua MK sekaligus adik ipar Jokowi memberi karpet merah kepada Gibran untuk lolos ikut pencapresan. Civil society berteriak marah. Kan waktu itu belum ada kalah-menang pemilu?”
Sepemahaman dengan Agung, Mus Gaber Ketua Padepokan Hukum Indonesia juga menanggapi terkait Apel akbar Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi di Tugu Proklamasi, yang direncanakan pada (22/09), menyatakan berpotensi menimbulkan beberapa dampak negatif, baik secara sosial, politik, maupun keamanan. Berikut beberapa dampak negatif yang mungkin timbul.
Mus Gaber mengingatkan Polarisasi Sosial dan Politik, Kehadiran massa besar yang memproklamirkan diri sebagai “pasukan berani mati” dapat memperburuk polarisasi di masyarakat. Sikap yang militan dan cenderung konfrontatif terhadap pihak-pihak yang dianggap berseberangan dapat memicu ketegangan dan konflik sosial, terutama di tengah suasana politik yang sudah terbelah pasca Pilpres 2024.
Selain itu adanya Potensi Kekerasan dan Ketegangan Keamanan. Kegiatan dengan jumlah massa yang besar berpotensi memicu insiden kekerasan atau bentrokan, baik dengan kelompok yang berseberangan, aparat keamanan, maupun masyarakat umum. Situasi ini bisa menjadi lebih rawan jika terjadi provokasi atau tindakan tidak terkontrol dari peserta apel.
Potensi lainnya dapat mengganggu ketertiban umum. Apel akbar yang melibatkan ribuan orang di pusat kota Jakarta, khususnya di sekitar Tugu Proklamasi, dapat mengganggu ketertiban umum, lalu lintas, dan aktivitas masyarakat. Penutupan jalan, kerumunan massa, dan pengamanan yang diperketat bisa menyebabkan kemacetan, mengganggu kegiatan ekonomi, dan menyulitkan mobilitas warga.