Bekasi – Kabarnusa | Sidang kasus dugaan pemalsuan dokumen lahan Jatikarya akan memasuki akhir dengan pembacaan vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi pada pekan depan Rabu (14/8/2024). Terdakwa DB yang berstatus kuasa hukum warga ahli waris Jatikarya dilaporkan Denma Mabes TNI atas dugaan memalsukan dokumen girik untuk digunakan sebagai obyek perkara dalam putusan No.199/Pdt.G/2000/PN.Bks yang menjadi dasar hukum lahan Jatikarya sah milik warga ahli waris.
Tim media berhasil menemui beberapa warga dan ahli waris lahan Jatikarya untuk melakukan wawancara terkait proses persidangan dan harapan keadilan bagi warga Jatikarya, terutama kuasa hukum mereka, DB yang sedang berstatus terdakwa.
“Kasus dugaan pemalsuan dokumen ini jelas kriminalisasi. Puluhan saksi yang dipanggil tidak satupun menyatakan Pak Dani melakukan pemalsuan girik. Saya ikuti sidang dari pertama awal Januari tidak pernah absen sampai kemarin. Saya yakin dengan fakta persidangan akan jadi pertimbangan utama Majelis Hakim menjatuhkan vonis yang adil” kata Nur, warga Jatikarya kepada awak media.
Kabar kedatangan petinggi Mabes TNI bersama pihak pelapor menemui Ketua Pengadilan Negeri Bekasi pada bulan Juni 2024 lalu menimbulkan kekhawatiran warga Jatikarya lain akan adanya upaya intervensi kepada lembaga peradilan. Kekhawatiran tersebut disampaikan Yadi, ahli waris Jatikarya yang menyebut lembaga peradilan tidak bisa diintervensi oleh lembaga manapun.
“Saya orang biasa bukan ahli hukum, setahu saya Hakim itu istilahnya wakil Tuhan untuk urusan hukum, mengadili apa saja, untuk mencari kebenaran dan Keadilan. Mempengaruhi keputusan Hakim itu sama saja melecehkan lembaga peradilan. Kita ini negara hukum yang punya aturan dan undang-undang” ungkap Yadi yang berprofesi sebagai pedagang makanan di kawasan Jatikarya.
Warga lain Panjul, berharap Mahkamah Agung RI juga tidak tepengaruh oleh kemungkinan intervensi pihak manapun. Seperti yang diketahui Prof Dr. H. M. Syarifuddin S.H., M.H. adalah Majelis Hakim yang memutus PK II MA No.815 PK/ Pdt/ 2018 pada tahun 2018 dan atas netralitas dan integritasnya pada putusan tersebut kemudian layak menjadi Ketua Mahkamah Agung RI sampai hari ini.
“Bukankah setiap pejabat Negara apalagi Yang Mulia para Hakim Agung, disumpah untuk menjalankan undang undang selurus lurusnya. Selain itu para hakim juga bertanggung jawab kepada Tuhan dalam mengambil keputusan. Kami percaya masih banyak hakim berintegritas dan takut sama Gusti Allah. Lagipula kalau diikuti fakta persidangan, kuasa hukum kami dituduh seolah olah memalsukan atau menggunakan surat palsu pada tahun 2022. Padahal surat bukti perkara sudah diperiksa 24 tahun lalu, dan pihak Mabes TNI sudah tahu keberadaan surat itu sejak dulu tahun 2000, kenapa tiba-tiba baru sekarang dibilang palsu? Setahu saya yang begitu sudah lewat waktu, kalo tidak salah 12 tahun daluarsa” jelas Panjul yang orang tuanya salah satu pemegang girik asli Jatikarya yang masih hidup.
Kasus pemalsuan dokumen ahli waris Jatikarya dalam fakta persidangan menyimpan latar belakang putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan No. 199/Pdt.G/2000/PN.Bks didukung oleh putusan PK MA No.218 PK/Pdt/2008 dan semakin dikuatkan lagi oleh putusan PK II MA No.815 PK/Pdt/2018. Dokumen girik yang didakwa dipalsukan kepada DB adalah obyek perkara hingga berujung putusan PK. Dalam proses persidangan kembali membuka fakta bahwa dokumen yang diduga dipalsukan tersebut ternyata berbeda dengan yang dipergunakan terdakwa DB dalam memenangkan perkara hak kepemilikan lahan.
“Sidang pemalsuan girik ini secara tidak langsung mempertaruhkan putusan PK yang dikeluarkan oleh Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung. Jika bukti dokumen yang diajukan Mabes TNI salah, berarti tidak mempengaruhi kebenaran keputusan MA bahwa kami adalah pemilik sah lahan Jatikarya. Saya yakin MA memantau kasus ini dan tidak bisa dipengaruhi oleh institusi lain dalam menyelesaikan perkara baru yang dibuat untuk menghalangi hak kepemilikan kami” jelas Diah, salah satu ahli waris yang sabar menunggu keadilan selama 24 tahun.
Kasus perebutan lahan Jatikarya antara Mabes TNI dan ahli waris Jatikarya ini menyita perhatian publik selama beberapa tahun belakangan ini. Mahkamah Agung, KPK dan Komisi Yudisial memantau proses persidangan yang digelar terbuka di Pengadilan Negeri Bekasi dan diliput oleh berbagai media. Masyarakat umum khususnya warga ahli waris Jatikarya masih meyakini ada keadilan hukum berdasarkan fakta di Pengadilan Negeri Bekasi.
Dalam adagium lembaga peradilan dikenal istilah : Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada memenjarakan satu orang yang tidak bersalah. Masyarakat menanti keadilan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi untuk DB yang berstatus terdakwa sejak bulan Oktober 2023 atas tuduhan pemalsuan yang tidak bisa dibuktikan Jaksa Penuntut Umum selama proses persidangan***(TimRedaksi)