Ini bukan tentang ambisi Jokowi yang membanggakan pindah Ibukota dari Jakarta ke IKN. Bukan pula keinginan kuat orang nomer satu di Republik ini melakukan upacara bendera tahun ini di depan Istana Negara baru berlatar belakang bangunan berbentuk burung garuda.
Ini tentang esensi nasionalisme yang mulai dimanipulasi kepentingan kekuasaan.
IKN direncanakan dan didesain menjadi daerah investasi ekonomi dan bisnis. Bagaimana membuat ibukota negara baru yang dipenuhi investor dengan visi Green City. IKN ditawarkan kepada pemilik modal dengan berbagai fasilitas dan keistimewaan, layaknya marketing MLM mengobral mimpi calon konsumennya.
Yang kemudian terjadi sebuah keraguan besar bagi investor yang sudah kenyang makan promosi kecap nomer satu. IKN dianggap proyek “mercu suar” yang rentan mangkrak saat pencetus ide tidak lagi berkuasa. Investor menarik garis tegas untuk tetap wait and see sebelum menumpahkan dananya untuk membangun peradaban baru di area deforestasi.
Bagi sebuah ambisi pantang langkah ditarik mundur, IKN harus terjadi apapun resikonya. Opsi terakhir dirancang dengan cara menggadaikan tanah 3 generasi. Langkah pemerintah memberi ijin HGU lahan dikelola investor selama 95 tahun dan bisa diperpanjang hingg 190 tahun, menjadi skandal investasi terkait kedaulatan negara.
Tawaran yang menggiurkan tersebut berlaku sama bagi investor dalam maupun luar negeri, meski secara tidak langsung duit pemodal dalam negeri berasal dari luar juga. Lalu terjadilah pembangunan besar-basaran pemodal swasta, mengepung pusat pemerintahan IKN. Kota-kota satelit, pusat industri, hotel dan pusat perbelanjaan berdiri di atas lahan HGU berijin 190 tahun.
HGU lahan hampir 2 abad menjadi sebuah kata halus mengijinkan kapitalis menjajah ibu kota negara. Jangankan 190 tahun, 20 tahun saja setelah ijin habis, negara hanya berhak atas lahan tetapi tidak dengan investasi bangunan dan usaha yang ada di atasnya. Nilainya bisa 10 kali lipat dari harga lahan jika ingin mengambil alih.
Lahan milik negara hanya menjadi catatan belaka. Memiliki tetapi tidak menguasai. Berbahagialah yang nanti tanggal 17 Agustus upacara kemerdekaan di IKN. Menjadi hari awal kemerdekaan para kapitalis di atas tanah adat, pribumi dan bekas hutan tropis.
Kita yang sudah memproklamirkan kemerdekaan, namun sesungguhnya tidak pernah berdaulat***