Scroll untuk baca berita
ArtikelHeadline

Membaca Kedalaman UU Pengadaan Tanah No 2 Tahun 2012 Terkait Uang Ganti Rugi Lahan

132
×

Membaca Kedalaman UU Pengadaan Tanah No 2 Tahun 2012 Terkait Uang Ganti Rugi Lahan

Sebarkan artikel ini

Undang-undang No 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah dibuat dengan dasar prinsip keadilan sosial dalam tata kelola reformasi agraria. Hak kepemilikan lahan/tanah yang melekat pada individu atau golongan diakui negara, namun pada saat negara mengambilnya untuk kepentingan umum, maka hak kepemilikan tersebut hilang. Negara membayar hak lahan yang hilang dengan kompensasi uang ganti rugi atau relokasi yang diperhitungkan atas dasar ganti untung.

Istilah ganti untung didefinisikan sebagai kompensasi yang diberikan negara melebihi nilai material yang ada terkait dampak sosial dan non material lainnya. Dalam UU No 2 /2012 pasal 33 disebutkan apa saja yang menjadi dasar penilaian ganti kerugian, yaitu :
a. Tanah;
b. Ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. Bangunan;
d. Tanaman;
e. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. Kerugian lain yang dapat dinilai.

Persoalan pembayaran uang ganti rugi (UGR ) Proyek Strategis Nasional jalan Tol Cisumdawu yang kini sedang menjadi kontroversi terjadi dikarenakan pihak Kejaksaan Negeri Sumedang melayangkan surat pemblokiran rekening kepada Bank BTN Cabang Bandung Timur. Alasan pemblokiran seperti yang tertulis dalam surat Kejari Sumedang terkait proses penyidikan. UGR senilai Rp 329.718.336.292 diduga terindikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah. Rekening yang diblokir adalah milik Pengadilan Negeri Sumedang yang tidak diperkenankan dibayarkan kepada yang berhak sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Berita Terkait : Peliknya Pembayaran UGR Tol Cisumdawu, Pengadilan Cairkan Konsinyasi Kejari Sumedang Memblokir Rekening

Pihak penyidik Kejari Sumedang menduga ada mark up UGR dan berpotensi merugikan negara. Panitia pengadaan tanah tol Cisumdawu dan KJPP dinilai Kejari Sumedang salah dalam menghitung penilaian UGR. Kembali pada isi UU No 2/2012 bahwa nilai penggantian kerugian menjadi tinggi karena mempertimbangkan obyek penilaian pada pasal 33.

Taksiran harga UGR yang tinggi tidak termasuk kategori korupsi atau penggelembungan anggaran. BPK, KPK dan Kejaksaan tidak bisa memeriksa anggaran yang sudah resmi diajukan panitia pengadaan tanah sebelumnya berdasarkan musyawarah dan sudah dianggarkan oleh negara bahkan siap diserahkan kepada yang berhak.

Dari penjelasan di atas keputusan Kejari Sumedang yang memblokir UGR di Bank BTN sudah bertindak di luar batas kewenangannya. Meskipun nilai UGR diduga bermasalah, namun mereka yang diblokir pembayarannya adalah pemilik sah UGR sesuai putusan Pengadilan Negeri Sumedang No 32/Pdt.G/2021/PN Smd, tanggal 10 Mei 2022 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 340/PDT/2022/PT BDG. Tanggal 16 September 2022 Jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2660 K/Pdt/2023 tanggal 21 Desember 2023 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) dan putusan perdamaian nomor 23/Pdt.G/2024.

Terkait adanya dugaan persoalan UGR bermasalah dalam UU No 2/2012 pada pasal 41 ayat 5 menyatakan tahapan ganti rugi tanah telah selesai dilakukan dan apabila ada persoalan lain maka tuntutan ditujukan kepada pihak penerima ganti rugi lahan. Dalam keputusan pemblokiran oleh Kajari Sumedang bisa diartikan mempermasalahkan Bank BTN yang sedang berkewajiban menyelesaikan tahapan pembayaran.

Kesalahan memahami prosedur undang-undang akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Di sisi lain Bank BTN seharusnya lebih mengedepankan perintah putusan pembayaran UGR dan PN Sumedang. Bank BTN hanya sebatas penampung uang konsinyasi dan tidak ada resiko dan tanggungjawab pada persoalan dugaan korupsi terkait penilaian besar kecilnya UGR.

Jika kepala Bank BTN Cabang Bandung Timur jeli membaca aturan undang-undang seharusnya persoalan pembayaran UGR bisa segera diselesaikan. Ikut menahan UGR kepada yang berhak justru berpotensi melanggar HAM, karena UGR adah hak yang dilindungi undang-undang.***

—-

Purbo Satrio, SH, MH
Praktisi Hukum Perdata, Pengamat Kebijakan Publik, Direktur Eksekutif Law Politic Institute

Jasa Pembuatan dan Maintenance Website Murah

Tinggalkan Balasan