Sengketa lahan Jatikarya yang sudah inkrah secara perdata, kini bergulir ke ranah pidana. Kuasa hukum warga ahli waris lahan Jatikarya DB didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum atas tindakan pemalsuan dokumen lahan yang menghasilkan putusan MA PK II No 815/Pdt/2018 jo PK I No 215/Pdt/2008.
Sidang perdana yang digelar sejak awal Januari 2024 menghadirkan puluhan saksi dari pihak pelapor, dalam hal ini Denma Mabes TNI yang menjadi salah satu pihak terhukum pada putusan MA tersebut. Pihak pelapor menemukan dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh DB atas putusan PK MA.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Bekasi, terungkap fakta bahwa JPU justru tidak bisa menghadirkan bukti dokumen yang dipalsukan sebagai salah satu obyek perkara di PK MA. Namun muncul dokumen lain yang berbeda bentuk dan tahun pembuatannya, dan itu dituduhkan berasal dari DB yang kini ditetapkan sebagai tersangka.
Dari puluhan saksi warga masyarakat Jatikarya yang dihadirkan JPU, tidak ada satupun yang bisa diklarifikasi kesaksiannya terkait dokumen kepemilikan lahan yang dianggap temuan baru tersebut. Dalam hal ini JPU disinyalir melakukan kesalahan menetapkan objek perkara dalam dakwaan pidana pemalsuan dokumen lahan. Penyebabnya adalah alat bukti yang dipergunakan dalam dakwaan JPU tidak pernah dipergunakan dalam putusan 199 yang sudah inkrah. Dengan demikian karena menggunakan alat bukti yang berbeda maka, dakwaan JPU diduga berstatus error in objecto.
Status tersangka DB yang sudah menjalani penahanan sebelum dan saat awal persidangan pertama digelar, menurut beberapa warga masyarakat Jatikarya disebut sebagai upaya kriminalisasi.
BERITA TERKAIT : 8 Tahun PN Bekasi Menahan Uang Konsinyasi Lahan Warga Jatikarya, Ada Kekuatan Besar Menghalangi Putusan Hukum?
Hari Senin (3/6/2024) sidang lanjutan digelar di PN Bekasi yang dijadwalkan mulai pukul 9.00 WIB. Namun hingga pukul 12.00 WIB, JPU dan saksi ahli urung hadir. Majelis Hakim memutuskan sidang berakhir dan dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda menghadirkan saksi ahli dari pihak terlapor. Belum ada keterangan resmi dari pihak PN Bekasi terkait ketidakhadiran JPU dan saksi ahli.
Sengketa lahan Jatikarya antara warga masyarakat Jatikarya dengan Mabes TNI terjadi sejak tahun 2000. Selama 24 tahun warga dan ahli waris dengan penuh perjuangan dan kesabaran menanti keadilan berpihak kepada mereka. Mahkamah Agung telah memutuskan lahan tersebut sah milik warga masyarakat. Sebagai negara hukum semua pihak wajib menghormati dan mentaati putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Mereka yang telah terampas haknya selama puluhan tahun, kini sedang menanti keadilan lain kepada institusi pengadilan atas kasus pidana baru. Kuasa hukum warga yang berhasil memenangkan perjuangan hak lahan warga, kini sedang ditersangkakan sebagai pelaku pemalsuan dokumen.
Ada kekuatan besar yang menghalangi keadilan bagi warga masyarakat Jatikarya. Menjadi pertaruhan besar pula bagi PN Kota Bekasi untuk mengakhiri konflik yang berlarut-larut antara institusi negara dan warga masyarakat. Saat Majelis Hakim berpihak pada kebenaran milik warga masyarakat, negara tidak dirugikan sepeserpun. Negara hanya diwajibkan mengganti rugi kepada warga atas kesalahan prosedur kepemilikan lahan di masa lalu. Lahan seluas 48 hektar yang kini telah mereka bangun dan tempati menjadi komplek perumahan Perwira Tinggi TNI selama bertahun-tahun.***